Jumat, 06 Juli 2012

Menjaga Lisa

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar. (QS Al Ahzab [33]:70) Rasulullah saw
bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam". Hadis Riwayat Bukhari
dan Muslim.

Nabi Muhammad saw termasuk orang yang sangat jarang berbicara, tetapi
setiap kali berbicara bisa dipastikan kebenarannya. Setiap butir kata
bagai untaian mutiara yang indah, berharga, berbobot, dan monumental.
Bahkan bisa menembus, menggugah, menghujam, dan memiliki daya ubah
hingga menjadi kebaikan bagi siapa pun yang mendengarnya.

Mulut kita ini seperti corong teko. Teko hanya akan mengeluarkan isi
yang ada. Kalau di dalamnya air bersih, yang keluar bersih. Kalau di
dalamnya air kotor, yang keluar pun kotoran. Karenanya bila kita
ingin mengetahui derajat seseorang, lihatlah dari apa yang
diucapkannya.

Sebuah kitab mengisyaratkan tentang derajat orang dilihat dari
pembicaraannya. Pertama, orang yang berkualitas. Cirinya, jika
berbicara sarat dengan hikmah, solusi, ide, gagasan, ilmu, atau
zikir. Jika diajak berbicara apa pun ujungnya selalu bermanfaat.

Kedua, orang yang biasa-biasa. Cirinya sibuk menceritakan peristiwa,
hampir segala peristiwa dikomentari. Tidak terlarang menceritakan
peristiwa, tapi renungkanlah apakah ada manfaatnya atau tidak.
Ketiga, orang yang rendahan. Cirinya selalu mengeluh, mencela, atau
menghina. Keempat, orang yang dangkal. Cirinya sibuk menyebut-nyebut
amal, jasa, dan kebaikannya. Orang seperti ini ibarat gelas kosong
yang inginnya diisi terus. Orang yang kosong dari harga diri,
inginnya dihargai terus.

Bagaimana halnya dengan orang yang suka bergosip? Bergosip sepertinya
merupakan hal yang umum, padahal itu termasuk dosa besar dan tak akan
diampuni Allah sebelum dimaafkan oleh orang yang digosipi. Gosip
adalah menceritakan kejelekan seseorang yang bila mendengar sakit
hati.

Bila kejelekan yang dibicarakannya itu benar, maka itu adalah ghibah
yang dosanya sama dengan memakan bangkai saudara sendiri. Tapi bila
yang dibicarakannya itu ternyata salah, maka itu adalah fitnah yang
dosanya lebih keji daripada membunuh. Karenanya jangan pernah mau
terlibat dalam perbincangan tentang kejelekan orang lain, karena bisa
jadi kita memfitnah seseorang tanpa kita sadari.

Jika pernah bergosip, maka bertobatlah, mintalah ampun kepada Allah
dan jangan sekali-kali mengulanginya, kecuali perbincangan yang
dilakukan sebagai upaya untuk menolong dan memperbaiki kekurangan
seseorang, bukan untuk sekadar membicarakan aibnya, apalagi untuk
menyebarkan aibnya.

Bagaimana menghadapi orang yang tak bisa menjaga lidahnya? Kita tak
bisa memaksa orang lain untuk bersikap sesuai dengan keinginan kita,
tapi kita bisa memaksa diri kita untuk memberikan sikap terbaik
terhadap orang lain.

Dengarkanlah pembicaraan orang lain sepanjang dalam kebenaran, tapi
bila yang dibicarakannya kebatilan, maka kita harus menolong orang
yang berbuat zalim dan yang dizalimi. Kita harus berani mempersingkat
pembicaraan, memberhentikan, atau meninggalkannya. Syukur bila kita
bisa
memberi contoh bagaimana cara berbicara yang baik dan memberikan ilmu

tentang bagaimana menjaga lisan. Yang pasti jangan dihina,
direndahkan atau diremehkan, sebab kita bisa menjaga lisan pun karena
pertolongan dan taufik Allah jua, hingga kita justru berutang kepada
orang-orang yang belum baik lisannya.

Lalu bagaimana bila ada orang yang rajin membaca Alquran, tapi
lisannya tak terjaga? Kita jangan terlalu mudah menilai orang lain,
sebaiknya kita husnudzan dulu. Mungkin ia sedang berusaha keras untuk
menjaga lisannya, tetapi belum mencapai hasil yang diharapkan.

Ada orang yang lahir di lingkungan yang buruk sekali sedemikian rupa
hingga, walaupun ia banyak belajar ilmu agama dan sudah berusaha
untuk berubah, pengaruh masa lalunya masih kuat sekali. Orang ini
perlu perjuangan yang lebih gigih daripada orang-orang yang lahir
dalam lingkungan yang baik.

Tidak pernah seseorang terampil menjaga lisannya kecuali dengan ilmu
dan kesungguhan melatih diri. Percayalah, makin banyak bicara, makin
banyak peluang tergelincir lidah. Dan kalau tergelincir lidah, selain
akan berdosa juga kehormatan kita akan runtuh. Tetapi orang yang
banyak bicara tak selalu berarti buruk. Yang buruk itu adalah orang
yang banyak membicarakan kebatilan. Para guru, ustaz, atau kiai
justru bisa menjadi masalah jika tak berbicara.

Ya Allah, Engkau Mahatahu niat di balik setiap patah kata yang
terucap. Ampunilah jikalau lisan ini sering riya, dusta, melukai hati
hamba-hamba-Mu, atau tak menepati janji. Basahi lidah kami dengan
kelezatan menyebut nama-Mu. Jadikan lisan kami menjadi lisan yang Kau
ijabah doanya, menjadi cahaya ilmu, dan menjadi bekal bagi kepulangan
kami kelak kepada-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar