Jumat, 06 Juli 2012

MENJAGA HATI

Kawan, seperti yang diketahui bersama oleh seluruh penduduk negeri ini melalui Media, bahwa beberapa minggu ini Jakarta diguncang kasus pemerkosaan yang sangat membuat ngeri semua keluarga Indonesia. Terutama yang memiliki anak perempuan. Kenapa perempuan? iya, karena setuju tidak setuju bahwa perempuan lah yang selalu menjadi korban (objek) pemerkosaan. Nah, kembali ke bahasan di atas, kasus pemerkosaan yang terjadi di Ibu Kota tersebut lebih memiriskan lagi karena terjadi di dalam Angkot yang notabene adalah transportasi rakyat (umum). Dan lebih biadabnya lagi, pelaku nekat melakukannya kepada penumpang wanitanya sendiri di dalam angkot meski saat itu hari masih terang benderang (bukan waktu malam), Astaqfirullahal Adzim. Lantas apakah hubungannya antaram kasus amoral akut tersebut dengan Rok Mini. Untuk membahas masalah ini  ada satu opini menarik yang layak kita seduh bersama. Opini ini ditulis di Laman Hidayatullah.com oleh Kholili Hasib, seorang Mahasiswa Pasca Sarjana Istitut Studi Islam Darussalam Gontor Ponorogo. Berikut seduhannya:
PADA hari ahad (18/09/2011), anggota Perkumpulan Pembela Hak Perempuan mengadakan aksi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) untuk  memprotes pernyataan Gubernur DKI, Fauzie Bowo, tentang himbauan tidak memakain rok mini bagi perempuan.
Pernyataan Fauzie Bowo (Foke)  itu dilatarbelakangi terjadinya kasus pemerkosaan di angkot beberapa hari lalu. Ia menghimbau agar penumpang wanita tidak menggunakan pakaian mini saat berada di angkutan umum agar tidak mengundang reaksi negatif. Seduhan Lengkap

LISAN HARUS DI JAGA

Cara Menjaga Lisan


Perkataan itu adalah sebuah perkara yang besar, berapa banyak dari perkataan buruk seseorang dapat menyebabkan kemarahan dari Allah ‘azza wajalla dan menjatuhkan pelakunya kedalam jurang neraka. Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara, Allah Ta’ala berfirman:
“Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia “. (An nisa:114)

Dibawah ini 13 nasihat tentang adab-adab (sopan-santun dalam kacamata syariat) bagi seorang muslim dalam upaya menjaga kata-kata lisannya.
1. Bacalah Al qur’an karim dan bersemangatlah untuk menjadikan itu sebagai wirid keseharianmu, dan senantiasalah berusaha untuk menghafalkannya sesuai kesanggupanmu agar engkau bisa mendapatkan pahala yang besar dihari kiamat nanti.
2. Tidaklah terpuji jika engkau selalu menyampaikan setiap apa yang engkau dengarkan, karena kebiasaan ini akan menjatuhkan dirimu kedalam kedustaan. Dari Abu hurairah radiallahu ‘anhu,sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta ketika dia menyampaikan setiap apa yang dia dengarkan.” (HR.Muslim dan Abu Dawud)
3. Jauhilah dari sikap menyombongkan diri (berhias diri) dengan sesuatu yang tidak ada pada dirimu, dengan tujuan membanggakan diri dihadapan manusia.
4. Sesungguhnya dzikrullah (mengingat Allah) memberikan pengaruh yang kuat didalam kehidupan ruh seorang muslim, kejiwaannya, jasmaninya dan kehidupan masyarakatnya. Maka bersemangatlah untuk senantiasa berdzikir kepada Allah ta’ala, disetiap waktu dan keadaanmu.
5. Jika engkau hendak berbicara,maka jauhilah sifat merasa kagum dengan diri sendiri, sok fasih dan terlalu memaksakan diri dalam bertutur kata, sebab ini merupakan sifat yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam,
6. Jauhilah dari terlalu banyak tertawa,terlalu banyak berbicara dan berceloteh.
Jadikanlah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, sebagai teladan bagimu, dimana beliau lebih banyak diam dan banyak berfikir. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang baik,atau hendaknya dia diam.” (muttafaq alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu)
7. Jangan kalian memotong pembicaraan seseorang yang sedang berbicara atau membantahnya, atau meremehkan ucapannya.
8. Berhati-hatilah dari suka mengolok-olok terhadap cara berbicara orang lain, seperti orang yang terbata-bata dalam berbicara atau seseorang yang kesulitan berbicara.
 Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS.Al-Hujurat:11)

Menjaga Lisa

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar. (QS Al Ahzab [33]:70) Rasulullah saw
bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam". Hadis Riwayat Bukhari
dan Muslim.

Nabi Muhammad saw termasuk orang yang sangat jarang berbicara, tetapi
setiap kali berbicara bisa dipastikan kebenarannya. Setiap butir kata
bagai untaian mutiara yang indah, berharga, berbobot, dan monumental.
Bahkan bisa menembus, menggugah, menghujam, dan memiliki daya ubah
hingga menjadi kebaikan bagi siapa pun yang mendengarnya.

Mulut kita ini seperti corong teko. Teko hanya akan mengeluarkan isi
yang ada. Kalau di dalamnya air bersih, yang keluar bersih. Kalau di
dalamnya air kotor, yang keluar pun kotoran. Karenanya bila kita
ingin mengetahui derajat seseorang, lihatlah dari apa yang
diucapkannya.

Sebuah kitab mengisyaratkan tentang derajat orang dilihat dari
pembicaraannya. Pertama, orang yang berkualitas. Cirinya, jika
berbicara sarat dengan hikmah, solusi, ide, gagasan, ilmu, atau
zikir. Jika diajak berbicara apa pun ujungnya selalu bermanfaat.

Kedua, orang yang biasa-biasa. Cirinya sibuk menceritakan peristiwa,
hampir segala peristiwa dikomentari. Tidak terlarang menceritakan
peristiwa, tapi renungkanlah apakah ada manfaatnya atau tidak.
Ketiga, orang yang rendahan. Cirinya selalu mengeluh, mencela, atau
menghina. Keempat, orang yang dangkal. Cirinya sibuk menyebut-nyebut
amal, jasa, dan kebaikannya. Orang seperti ini ibarat gelas kosong
yang inginnya diisi terus. Orang yang kosong dari harga diri,
inginnya dihargai terus.

Bagaimana halnya dengan orang yang suka bergosip? Bergosip sepertinya
merupakan hal yang umum, padahal itu termasuk dosa besar dan tak akan
diampuni Allah sebelum dimaafkan oleh orang yang digosipi. Gosip
adalah menceritakan kejelekan seseorang yang bila mendengar sakit
hati.

Bila kejelekan yang dibicarakannya itu benar, maka itu adalah ghibah
yang dosanya sama dengan memakan bangkai saudara sendiri. Tapi bila
yang dibicarakannya itu ternyata salah, maka itu adalah fitnah yang
dosanya lebih keji daripada membunuh. Karenanya jangan pernah mau
terlibat dalam perbincangan tentang kejelekan orang lain, karena bisa
jadi kita memfitnah seseorang tanpa kita sadari.

Jika pernah bergosip, maka bertobatlah, mintalah ampun kepada Allah
dan jangan sekali-kali mengulanginya, kecuali perbincangan yang
dilakukan sebagai upaya untuk menolong dan memperbaiki kekurangan
seseorang, bukan untuk sekadar membicarakan aibnya, apalagi untuk
menyebarkan aibnya.

Bagaimana menghadapi orang yang tak bisa menjaga lidahnya? Kita tak
bisa memaksa orang lain untuk bersikap sesuai dengan keinginan kita,
tapi kita bisa memaksa diri kita untuk memberikan sikap terbaik
terhadap orang lain.

Dengarkanlah pembicaraan orang lain sepanjang dalam kebenaran, tapi
bila yang dibicarakannya kebatilan, maka kita harus menolong orang
yang berbuat zalim dan yang dizalimi. Kita harus berani mempersingkat
pembicaraan, memberhentikan, atau meninggalkannya. Syukur bila kita
bisa
memberi contoh bagaimana cara berbicara yang baik dan memberikan ilmu

tentang bagaimana menjaga lisan. Yang pasti jangan dihina,
direndahkan atau diremehkan, sebab kita bisa menjaga lisan pun karena
pertolongan dan taufik Allah jua, hingga kita justru berutang kepada
orang-orang yang belum baik lisannya.

Lalu bagaimana bila ada orang yang rajin membaca Alquran, tapi
lisannya tak terjaga? Kita jangan terlalu mudah menilai orang lain,
sebaiknya kita husnudzan dulu. Mungkin ia sedang berusaha keras untuk
menjaga lisannya, tetapi belum mencapai hasil yang diharapkan.

Ada orang yang lahir di lingkungan yang buruk sekali sedemikian rupa
hingga, walaupun ia banyak belajar ilmu agama dan sudah berusaha
untuk berubah, pengaruh masa lalunya masih kuat sekali. Orang ini
perlu perjuangan yang lebih gigih daripada orang-orang yang lahir
dalam lingkungan yang baik.

Tidak pernah seseorang terampil menjaga lisannya kecuali dengan ilmu
dan kesungguhan melatih diri. Percayalah, makin banyak bicara, makin
banyak peluang tergelincir lidah. Dan kalau tergelincir lidah, selain
akan berdosa juga kehormatan kita akan runtuh. Tetapi orang yang
banyak bicara tak selalu berarti buruk. Yang buruk itu adalah orang
yang banyak membicarakan kebatilan. Para guru, ustaz, atau kiai
justru bisa menjadi masalah jika tak berbicara.

Ya Allah, Engkau Mahatahu niat di balik setiap patah kata yang
terucap. Ampunilah jikalau lisan ini sering riya, dusta, melukai hati
hamba-hamba-Mu, atau tak menepati janji. Basahi lidah kami dengan
kelezatan menyebut nama-Mu. Jadikan lisan kami menjadi lisan yang Kau
ijabah doanya, menjadi cahaya ilmu, dan menjadi bekal bagi kepulangan
kami kelak kepada-Mu.

13 Cara Menjaga Lisan

13 Cara Menjaga Lisan

Perkataan itu adalah sebuah perkara yang besar, berapa banyak dari perkataan buruk seseorang dapat menyebabkan kemarahan dari Allah ‘azza wajalla dan menjatuhkan pelakunya kedalam jurang neraka. Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara, Allah Ta’ala berfirman:

“Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia “. (An nisa:114)

Ingatlah bahwa disampingmu ada malaikat yang senantiasa mengamati dan mencatat perkataanmu. 

“Seorang duduk disebelah kanan,dan yang lain duduk disebelah kiri.tiada satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (Qaaf:17-18).

Dibawah ini 13 nasihat tentang adab-adab (sopan-santun dalam kacamata syariat) bagi seorang muslim dalam upaya menjaga kata-kata lisannya.

1. Bacalah Al qur’an karim dan bersemangatlah untuk menjadikan itu sebagai wirid keseharianmu, dan senantiasalah berusaha untuk menghafalkannya sesuai kesanggupanmu agar engkau bisa mendapatkan pahala yang besar dihari kiamat nanti.

Dari abdullah bin ‘umar radiyallohu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, beliau bersabda:

“dikatakan pada orang yang senang membaca alqur’an: bacalah dengan tartil sebagaimana engkau dulu sewaktu di dunia membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca”.  (HR.abu daud dan attirmidzi)

2. Tidaklah terpuji jika engkau selalu menyampaikan setiap apa yang engkau dengarkan, karena kebiasaan ini akan menjatuhkan dirimu kedalam kedustaan.

Dari Abu hurairah radiallahu ‘anhu,sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta ketika dia menyampaikan setiap apa yang dia dengarkan.”   (HR.Muslim dan Abu Dawud)

3. Jauhilah dari sikap menyombongkan diri (berhias diri) dengan sesuatu yang tidak ada pada dirimu, dengan tujuan membanggakan diri dihadapan manusia.

Dari aisyah radiyallohu ‘anha, ada seorang wanita yang mengatakan: “wahai Rasulullah, aku mengatakan bahwa suamiku memberikan sesuatu kepadaku yang sebenarnya tidak diberikannya.” ,   berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam : “orang yang merasa memiliki sesuatu yang ia tidak diberi, seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (muttafaq alaihi)

4.  Sesungguhnya dzikrullah (mengingat Allah) memberikan pengaruh yang kuat didalam kehidupan ruh seorang muslim, kejiwaannya, jasmaninya dan kehidupan masyarakatnya. Maka bersemangatlah untuk senantiasa berdzikir kepada Allah ta’ala, disetiap waktu dan keadaanmu. Allah ta’ala memuji hamba-hambanya yang mukhlis dalam firman-Nya:

Artinya:  “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring…” (Ali imran:191).

5.  Jika engkau hendak berbicara,maka jauhilah sifat merasa kagum dengan diri sendiri, sok fasih dan terlalu memaksakan diri dalam bertutur kata, sebab ini merupakan sifat yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, dimana Beliau bersabda:

“sesungguhnya orang yang paling aku benci diantara kalian dan yang paling jauh majelisnya dariku pada hari kiamat : orang yang berlebihan dalam berbicara, sok fasih dengan ucapannya dan merasa ta’ajjub terhadap ucapannya.”   (HR.Tirmidzi,Ibnu Hibban dan yang lainnya dari hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiallahu anhu)

6. Jauhilah dari terlalu banyak tertawa,terlalu banyak berbicara dan berceloteh.

Jadikanlah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, sebagai teladan bagimu, dimana beliau lebih banyak diam dan banyak berfikir beliau Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, menjauhkan diri dari terlalu banyak tertawa dan menyibukkan diri dengannya. Bahkan jadikanlah setiap apa yang engkau ucapkan itu adalah perkataan yang mengandung kebaikan, dan jika tidak, maka diam itu lebih utama bagimu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, bersabda:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang baik,atau hendaknya dia diam.”   (muttafaq alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu)

7. Jangan kalian memotong pembicaraan seseorang yang sedang berbicara atau membantahnya, atau meremehkan ucapannya. Bahkan jadilah pendengar yang baik dan itu lebih beradab bagimu, dan ketika harus membantahnya, maka jadikanlah bantahanmu dengan cara yang paling baik sebagai syi’ar kepribadianmu.

8.  Berhati-hatilah dari suka mengolok-olok terhadap cara berbicara orang lain, seperti orang yang terbata-bata dalam berbicara atau seseorang yang kesulitan berbicara. Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS.Al-Hujurat:11)

9.  Jika engkau mendengarkan bacaan Alqur’an, maka berhentilah dari berbicara, apapun yang engkau bicarakan, karena itu merupakan adab terhadap kalamullah dan juga sesuai dengan perintah-Nya, didalam firman-Nya:

Artinya: “dan apabila dibacakan Alqur’an,maka dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian diberi rahmat”. Qs.al a’raf :204

10.  Bertakwalah kepada Allah,bersihkanlah majelismu (dimana engkau berkumpul) dari ghibah (gossip) dan namimah (adu domba) sebagaimana yang Allah ‘azza wajalla perintahkan kepadamu untuk menjauhinya. Bersemangatlah engkau untuk menjadikan didalam majelismu itu adalah perkataan-perkataan yang baik,dalam rangka menasehati,dan petunjuk kepada kebaikan.  

Didalam hadits Mu’adz radhiallahu anhu tatkala beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam: apakah kami akan disiksa dengan apa yang kami ucapkan? Maka jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“engkau telah keliru wahai Mu’adz, tidaklah manusia dilemparkan ke Neraka diatas wajah-wajah mereka melainkan disebabkan oleh ucapan-ucapan mereka.”  (HR.Tirmidzi,An-Nasaai dan Ibnu Majah)

11.  Berhati-hatilah -semoga Allah menjagamu- dari menghadiri majelis (pertemuan/ perkumpulan)  yang buruk dan berbaur dengan para pelakunya, dan bersegeralah-semoga Allah menjagamu- menuju majelis yang penuh dengan keutamaan, kebaikan dan keberuntungan.

12.  Jika engkau duduk sendiri dalam suatu majelis, atau bersama dengan sebagian saudara/imu, maka senantiasalah untuk berdzikir mengingat Allah ‘azza wajalla dalam setiap keadaanmu sehingga engkau kembali dalam keadaan mendapatkan kebaikan dan mendapatkan pahala. Allah ‘azza wajalla berfirman:

Artinya: “(yaitu) orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri,atau duduk,atau dalam keadaan berbaring” (QS..ali ‘imran :191)

13. Jika engkau hendak berdiri keluar dari majelis, maka ingatlah untuk selalu mengucapkan:

“maha suci Engkau ya Allah dan bagimu segala pujian,aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu”

Sehingga diampuni bagimu segala kesalahanmu di dalam majelis tersebut.

 


Diringkas dari tulisan Haya Bintu Mubarak Al-Buraik, Kitab: mausu’ah al-mar’ah al-muslimah: 31-34, Alih bahasa : Ummu Aiman, dikutip dalam http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=68:adab-adab-berbicara-bagi-wanita-muslimah&catid=28:muslimah&Itemid=54

Ilmu ikhlas

Ilmu Ikhlas

Ikhlas dan sabar memang adalah suatu pembelajaran yang tidak mudah untuk didapatkan. Butuh suatu proses pembelajaran. Butuh setting hati dan pikiran yang perlu disinkronisasikan.
Tentang kisah Ummu Sulaim, seorang wanita yang sangat cantik jelita pada masa itu, di saat masa Rasulullah. Namun dengan kecantikannya tersebut ia bersabar, tidak menjadikan ia menjadi seorang yang berbangga hati melainkan semakin membuatnya semakin tawadhu’. Suatu saat seorang Abu Thalhah seorang kafir Quraisy pun tertarik padanya dan beraksud untuk meminangnya. Maka dengan penuh kemantapan dan keikhlasan Ummu Sulaim menyetujuinya dengan satu syarat untuk maharnya : Al -Islam. Maka termasuklah Abu Thalhah menjadi seorang muslim. Inilah kisah mahar yang paling berharga seperti yang ada pada artikel sebelumnya. Kemudian dari pernikahannya tersebut Ummu Sulaim dikaruniai seorang putra bernama Habshah. Suatu ketika Ummu Sulaim ini memanggil anaknya, namun tak kunjung datang juga Habshah ini. Akhirnya ia mencarinya dan didapatinya putranya itu terbaring di tempat tidurnya. Setelah mendekatinya, Ummu Sulaim baru menyadari bahwa putra kesayangannya tersebut telah meninggal. Lalu ditutupkanlah kembali selimut yang menutupi badan almarhum putranya itu. Namun tak seperti yang biasa dilakukan oleh hampir setiap orang, meskipun putranya meninggal ia tidak bersedih hati, ia tidak meratapi kepergian putranya melainkan menghadapinya dengan ikhlas dan sabar. Sungguhpun itu suatu yang sangat berharga sekalipun, ia yakin bahwa ALLAH akan mengambilnya kembali. Ummu Sulaim pun melanjutkan kegiatannya seperti biasa hingga akhirnya sang suami pun pulang. Ditemuinya suaminya seperti biasanya, tidak ada tanda-tanda kesedihan karena kehilangan sekalipun. Ia mempersilakan suaminya untuk segera makan. Sang suami pun bertanya padanya, dimana Habshah kecil yang biasanya menyambutnya dan makan bersama saat itu karena tidak kunjung datang jua. Lalu apa yang dilakukan Ummu Sulaim? Ia berkata kepada suaminya tercinta bahwa anaknya saat ini sudah makan dan kini sedang berbaring di kamarnya. Lalu setelah selesai makan, Ummu Sulaim pun bertanya kepada suaminya, bagaimana jikalau suatu saat kita meminjam barang kepada orang lain, dan setelah beberapa waktu kita menikmati manfaat dari barang itu namun suatu saat tibalah waktunya si pemilik barang tersebut ingin mengembalikannya. Maka sang suami menjawab bahwa tentulah ia akan mengembalikannya karena ia tidak ingin mendzalimi. Maka Ummu Sulaimpun berkata bahwasannya demikianpun dengan anaknya yang merupakan amanah yang dititipkan Allah pada mereka tersebut telah diambil dan diminta kembali oleh ALLAH. Maka sang suami pun berucap “Innalillaahi wa inna ilaihi raaji’un”, dan sesungguhnya semuanya adalah milikNya dan akan kembali padaNya. Setelah itu Ummu Sulaim dan suaminya segera mengurus jenazah putranya. Dan akhirnya cerita keduanya sampai kepada Rasulullah, maka Rasul pun mendoakan bagi keduanya karena kesabaran dan keikhlasan.
Betapa ilmu ikhlas itu sebenarnya sulit namun Ummu Sulaim telah mampu membuktikannya, keikhlasan yang semata karena cinta pada ALLAH SWT. Sungguhpun manusia jika dicoba oleh ALLAH, maka ia mengucapkan Innalillahi wa inna ilaihi raa’jiun…
Subhanallah…
Semoga kita bisa meneladani kisah tersebut dan senantiasa bersyukur dengan apa yang telah kita miliki, bersifat qana’ah dan ikhlas dalam menerima semua yang diberikanNya, karena tidak lain semua kebahagiaan maupun kesedihan di dunia ini, kedua-duanya merupakan sebuah ujian. Semoga kita bisa menemukan ilmu ikhlas tersebut.Amiin…

Sabar dan Ikhlas Kunci Kesuksesan

             Sabar dan Ikhlas Kunci KesuksesanResep meraih kesuksesan ternyata sederhana. Cukup dengan ikhlas, sabar, menjaga kepercayaan, dan mendapat restu dari orang-orang terdekat, niscaya kesuksesan akan menghampiri Anda. Setidaknya Evita Maryanti Tagor telah memetik buah filosofi tersebut.

Banyak cara untuk meraih kesuksesan. Sebagian orang mungkin memilih bekerja dengan penuh ambisius, ngoyo, dan bersikap ofensif dalam mengejar obsesinya.

Evita Maryanti Tagor justru menempuh jalan sebaliknya. Presiden direktur PT Tugu Pratama Indonesia (TPI) ini memilih sabar dan ikhlas sebagai sumber energinya dalam bekerja dan mencapai keberhasilan.

“Selain berupaya untuk ikhlas dan sabar, saya mengedepankan kebersamaan dan selalu berusaha menjaga kepercayaan,” kata Evita kepada wartawan Investor Daily Abdul Aziz dan pewarta foto Eko S Hilman di Jakarta, baru-baru ini.

Banyak manfaat yang dipetik Evita dengan bersikap sabar, ikhlas, dan mengutamakan kebersamaan. “Apapun yang dilakukan akan terasa ringan apabila dikerjakan dengan ikhlas, penuh kesabaran, serta mendapat restu dan dukungan orang-orang terdekat kita, baik di rumah maupun di kantor,” paparnya.

Di luar itu, Evita Maryanti adalah sosok eksekutif yang memegang teguh amanah dan integritas. Ternyata, prinsip tersebut berkaitan erat dengan keyakinan religiusnya bahwa posisi yang ditempatinya saat ini adalah ujian yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan.

“Apa yang diperoleh atau dijabat hari ini merupakan ujian dari Allah SWT. Pada akhirnya, kepada Tuhanlah kita harus bertanggung jawab atas semua tindakan kita,” ujar perempuan kelahiran Jakarta, 9 Juni 1960, itu.

Lalu, apa kata Evita tentang arti sukses? Bagaimana ia menyeimbangkan kehidupan pribadi dengan pekerjaan? Berikut petikan lengkap wawancara dengan orang nomor satu di perusahaan asuransi yang sedang mengkaji rencana penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham tersebut.

Bagaimana perjalanan karier Anda hingga menduduki posisi puncak di TPI?
Setelah lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia jurusan akuntansi, saya memulai karier di Pertamina sebagai kader Direktorat Keuangan cq bagian akuntansi di Kantor Pusat Pertamina sejak 1986. Sejak itu, saya terus bekerja dan berpindah- pindah bagian di lingkungan Pertamina bagian keuangan.

Sejalan dengan perpindahan bagian, karier saya juga merambat naik dari waktu ke waktu, hingga akhirnya pada Mei 2006 saya diangkat menjadi deputi direktur perbendaharaan dan pendanaan Direktorat Keuangan. Jabatan deputi direktur adalah jabatan karier struktural tertinggi di Pertamina.

Setelah menjabat sebagai deputi direktur selama hampir enam tahun, pada pertengahan Januari 2011 saya diperbantukan oleh Pertamina dan   ditempatkan sebagai presiden direktur PT TPI sampai saat ini. Pertamina memiliki 65% saham TPI.

Mengapa Anda tertarik berkarier di perusahaan asuransi?

Saya mengenal industri asuransi sejak di Pertamina, karena saya di Pertamina juga membawahi bagian asuransi dan manajemen risiko. Saya pun pernah ditugaskan menjadi Komisaris di TPI pada 2006-2008 sebagai wakil pemegang saham Pertamina, sampai akhirnya dipercaya Pertamina menjadi presiden direktur anak perusahaan bidang asuransi.

Sebenarnya saya pernah kecewa dengan asuransi, karena kesulitan mencairkan polis asuransi ayah saya yang meninggal dunia. Namun, Allah SWT justru menempatkan saya dalam jabatan yang berhubungan terus dengan asuransi, sehingga saya berkeinginan memperbaiki citra asuransi di masyarakat sebagai pelindung pemegang polis.

Anda punya karakter kepemimpinan seperti apa?

Di dalam perusahaan, semua karyawan memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai jabatan dan pertanggungjawabannya. Dengan demikian, seharusnya semua karyawan fokus dan memiliki objektivitas yang sama pula, yaitu memajukan perusahaan untuk kepentingan seluruh stakeholder.

Karyawan juga aset perusahaan yang berharga, dan merupakan mitra saya dalam menjalankan perusahaan, serta bagian team work saya, sehingga pintu saya selalu terbuka bagi para karyawan yang membutuhkan pendapat atau arahan. Bila diperlukan, masalah yang timbul kami bahas bersama pada level manajemen untuk dicarikan solusi yang terbaik dan tetap fokus demi kepentingan perusahaan.

Status gender tidak menjadi kendala?

Saya dibesarkan di keluarga yang tidak terperangkap dalam masalah gender dan selama saya berkarier di Pertamina, saya merasa tidak ada hambatan atau masalah gender, termasuk untuk menempati posisi atau jabatan struktural yang tinggi. Bagi saya, selama seseorang mampu, maka masalah gender tidak memengaruhi kemampuan seseorang untuk memimpin.

Selama ini saya menerapkan gaya kepemimpinan yang mengutamakan team work dan saling percaya. Dan, alhamdulillah, saya merasa didukung oleh rekanrekan saya sesama karyawan.

Strategi Anda dalam memajukan perusahaan?
Pertama-tama saya harus memberikan arahan-arahan, strategi-strategi, dan alasan (reasons) kenapa kami melakukan sesuatu. Kemudian perlu didukung program-program kerja yang realistis dan membantu memecahkan permasalahan. Setelah itu, kami harus meningkatkan kapabilitas karyawan dan memberikan motivasi kepada para karyawan untuk mencapai rencana kerja yang ditetapkan.

Yang tidak kalah penting adalah menerapkan tolok ukur kinerja bagi setiap bagian dan diturunkan menjadi ukuran kinerja bagi setiap individu agar dalam penilaian hasil kerja dapat lebih objektif dan terukur. Mudah-mudahan strategi yang diterapkan dapat membuat kinerja TPI tumbuh baik.

Gebrakan apa yang telah Anda lakukan di TPI?
Saya baru 11 bulan di TPI, sehingga belum banyak yang telah saya perbuat untuk perusahaan. Saat ini, saya sedang mencoba menaikkan kinerja perusahaan dengan menggugah motivasi kerja karyawan. Mudah-mudahan akan berdampak pada kinerja perusahaan demi eksistensinya. Di samping itu, mengingat kompetisi yang sangat ketat pada industri asuransi, saya rasa perlu mempertahankan prinsip-prinsip good corporate governance.

Prinsip yang Anda pegang teguh dalam bekerja?
Prinsip utama yang harus saya pegang adalah integritas dan amanah. Apa yang diperoleh atau dijabat hari ini merupakan ujian dari Allah SWT kepada pribadi kita. Pada akhirnya, kepada Allah SWT kita harus bertanggung jawab atas semua tindakan kita.

Kiat Anda dalam mencapai kesuksesan?
Kiat saya dalam menjalani peran ganda sebagai istri, ibu, dan wanita karier adalah ikhlas, sabar, kebersamaan (team work), dan menjaga kepercayaan yang diberikan. Apapun yang sedang dilakukan akan terasa ringan apabila dikerjakan dengan ikhlas, penuh kesabaran, serta mendapat restu dan dukungan orang-orang terdekat kita, baik di rumah maupun di kantor. Yang penting, kita harus dapat menempatkan diri sesuai peran yang dijalani dan jangan membawa masalah kantor ke rumah atau sebaliknya.

Apa filosofi hidup Anda?
Follow where the water flows. Ikhlas dan syukuri apa yang ada, karena di balik semua kejadian ada hikmah yang besar.

Obsesi yang sudah dan belum Anda capai?
Obsesi yang sudah tercapai adalah menduduki karier tertinggi di Pertamina dengan baik. Obsesi yang belum dicapai adalah membawa TPI menjadi perusahaan asuransi yang terpandang di Asia Tenggara dengan kinerja usaha sekelas perusahaan asuransi di kawasan regional. Secara pribadi, obsesi saya adalah melihat putra-putri saya mendapatkan keberhasilan di bidangnya serta berbahagia dengan keluarganya masing-masing.

Anda sudah merasa sukses?
Kesuksesan adalah relatif bagi setiap orang. Saya merasa telah diberikan kepercayaan lebih serta rezeki lebih baik dari yang saya perkirakan ketika pertama saya masuk menjadi pekerja Pertamina. Mudah-mudahan semua usaha dan kerja keras saya bagi perusahaan dapat menjadi tambahan amal bagi bekal saya di hari kemudian.

Ukuran sukses menurut Anda?
Definisi dan ukuran sukses bagi setiap orang juga berbeda-beda. Bagi saya, seorang manusia sukses bila dapat menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya, kehidupan keluarga dan di kantor. Apakah sudah tercapai keseimbangan itu? Masing-masing dari kita bisa menjawabnya dalam hati.

Bagaimana Anda menyeimbangkan pekerjaan dengan kehidupan pribadi?
Alhamdulillah, saya memang beruntung memiliki keluarga dan lingkungan yang sangat mendukung pekerjaan saya di dalam dan di luar rumah. Almarhum suami saya, anak-anak saya, ibu saya, adalah harta yang tidak dapat dinilai bagi saya dan merupakan pendukung utama atas apa yang saya capai sampai hari ini.

Antara saya dan suami ada kesepakatan bahwa masalah di kantor tidak boleh dibawa ke rumah dan nakhoda rumahtangga tetap di tangan suami, sehingga bila saya bekerja di kantor maka saya akan bekerja semaksimal mungkin karena tidak mau membawa pekerjaan ke rumah. Bila saya di rumah, saya fokus melayani keluarga saya dan berperan hanya sebagai istri dan ibu rumah tangga. Tentu semua tidak selalu mulus, namun dengan saling pengertian, saling percaya, dan saling menyadari peran masing-masing, mudah-mudahan keseimbangan dapat dijaga dengan baik.

Arti keluarga bagi Anda?
It means everything to me. Family is the most important asset in my life. Tanpa keikhlasan dan rida suami, saya tidak mungkin akan bekerja, karena sebagai wanita muslim, jihad saya ada di dalam rumah. Bila akan melangkah ke luar rumah, seorang istri harus mendapat izin suami. Untuk itu, saya sangat berterima kasih pada suami atas kepercayaannya terhadap saya. Saya bekerja juga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Peran keluarga dalam karier Anda?
Keluarga saya sangat mendukung dan mendorong saya untuk mencapai karier lebih baik. Apalagi saya mulai bekerja sebelum saya menikah, sehingga suami saya dapat memahami, ikhlas, dan mendukung karier saya. Suami saya bahkan mengajarkan saya agar lebih mandiri, terampil, dan berani mengambil keputusan sulit sekalipun. Dalam rangka mendukung karier saya, ibu saya juga rela membantu mengurus anak-anak saya sewaktu diperlukan, terutama saat mereka masih kecil-kecil.

Apa yang Anda kejar dalam hidup?
Kebahagiaan dunia dan akhirat. Ini hanya bisa dicapai bila ada keseimbangan amalan dunia dan akhirat. Titik keseimbangan ini berbeda pada setiap orang. Saya pribadi masih dalam taraf belajar mencari keseimbangan kedua

Melatih Diri untuk Sabar dan Ikhlas

Melatih Diri untuk Sabar dan Ikhlas


Dalam hidup ini sangat dibutuhkan kearifan dalam menerima semua keadaan, dan itu memang tidaklah mudah, kearifan dalam berpikir dan bertindak datangnya dari kebersihan jiwa yang bersumber dari hati. Kadang sering kita dihadapkan pada perlakuan yang tidak adil, baik itu oleh orang tua sendiri, oleh atasan atau juga teman dalam sebuah komunitas. Bahkan ketidakadilan dari penguasa yang berwenang akan lebih terasa.
Tentunya disinilah dibutuhkan sikap dan kearifan dalam menerimanya. Berpikir positif adalah salah satu cara untuk berlapang dada dalam menerima keadaan tersebut, sebaliknya keluh kesah malah akan membuat kita semakin terpuruk dalam perasaan. Bersikap optimis agar keadaan tersebut cepat terkendali, adalah juga merupakan cara untuk menjauhkan diri dari keputus asaan dan rasa frustasi.
Sebagai mahluk sosial yang berintegrasi dan berinteraksi antar sesama dalam sebuah komunitas masyarakat yang majemuk, sering kita terjebak pada ego pribadi, sehingga kita lebih ingin orang lain memahami diri kita ketimbang kita memahami orang lain, kadang juga asyik dengan diri sendiri sehingga tidak peduli dengan keadaan disekitar kita. Hal-hal seperti inilah yang sering menyebabkan kita pada akhirnya bersinggungan antara satu dengan yang lainnya.
Membangun kearifan adalah upaya untuk menumbuhkan sikap bijak dan berjiwa besar, melatih diri dalam kesabaran, juga melatih diri untuk senantiasa bersifat ikhlas dalam menerima keadaan. Tapi semua ini tentunya dibarengi dengan ketaatan dan keyakinan pada Sang Maha Penguasa dan Maha berkehendak. Penyerahan diri dengan ketaqwaan bukanlah sekedar kepasrahan.
Jiwa yang senantiasa ikhlas adalah jiwa yang penuh kekuatan dan tidak mudah rapuh karena keadaan, adalah jiwa yang penuh kearifan dan ketaqwaan. Sangat sadar akan kelemahan dan kekuatannya, selalu melihat kedalam diri dan bercermin pada kebenaran yang di digariskan-Nya.
Tulisan ini sebetulnya merupakan upaya saya untuk instropeksi diri, terhadap segala kelemahan dan kekuarangan saya selama ini, cuma saya berpikir ada juga baiknya kalau saya berbagi dengan teman-teman. Tulisan ini merupakan sebuah perenungan selama ini, yang terus menerus saya kaji, agar saya bisa mengkoreksi diri sendiri.
Jakarta, 15 Nopember 2011
Kramat sentiong Jakarta